Pondok pesantren atau biasa disebut ponpes merupakan sebuah lembaga pendidikan berbasis agama tempat belajar untuk para santri. Lembaga ini tergolong dalam lembaga pendidikan non-formal. Santri atau murid yang menimba ilmu di pondok terdiri dari berbagai golongan usia dan mempelajari berbagai topik tentang keagamaan. Di tahun 2020 sendiri, jumlah lembaga pesantren sudah mencapai angka lebih dari 28 ribu dengan jumlah santri kurang lebih 5 juta jiwa.
Sejarah Didirikannya Ponpes Cipasung
Salah satu gudang pesantren yang ada di negeri ini terletak di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat. Salah satu ponpes yang terkenal ialah ponpes Cipasung. Lembaga ini telah ada sejak tahun 1931, didirikan oleh sesosok ulama bernama K.H. Ruhiat. Tak hanya menerima santri kalong atau santri dari penduduk sekitar, ponpes Cipasung juga menerima santri dari wilayah lain. Seiring berjalannya waktu, pesantren tak hanya menyediakan pendidikan non-formal tetapi juga pendidikan formal dimulai dari TK, MI, MTs, MA, bahkan hingga taraf universitas. STIE Cipasung sebagai lembaga pendidikan tinggi telah didirikan sejak tahun 1999 dan kini berubah menjadi Universitas Cipasung.
Selain mendapat pendidikan formal dan pendidikan mengenai agama, santri di pondok pesantren ini pun dituntut untuk mengikuti beberapa kursus seperti pidato, dakwah, dan juga bermusyawarah. Hal ini tentunya akan meningkatkan kemampuan public speaking para santri dan dapat digunakan untuk menyiarkan kebaikan.
Keunggulan Menjadi Seorang Santri
Menjadi santri tidak berarti hanya berdiam diri dan hanya mempelajari tentang agama Islam saja. Di era modern ini, santri dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan tetapi tetap menjunjung nilai agama. Selain mengecap bangku pendidikan formal dan juga belajar tentang agama, santri pun harus mengembangkan soft-skill lain yang akan berperan penting di dunia kerja. Bahkan di beberapa pondok pesantren, ada kebijakan untuk santri tidak boleh berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan diperbolehkan menggunakan Bahasa Inggris dan Bahasa Arab saja.
Selain dari pelajaran dan bahasa, orang yang menjadi santri maka otomatis akan menjadi lebih disiplin. Hal ini dikarenakan kegiatan di pondok pesantren sudah terjadwal rapi dan wajib diikuti oleh seluruh santri. Murid dituntut untuk cepat dan teliti dalam mengerjakan sesuatu dan mengikuti kegiatan. Karena ada kebijakan hukuman dari pondok apabila seorang santri tidak disiplin dalam menjalani kegiatan. Dari sini santri akan mempelajari apa itu tanggungjawab dan bagaimana menjalaninya tanpa mengeluh.
Kemudian, kondisi yang jauh dari orang tua dan tanpa sanak saudara menjadikan santri akan lebih mandiri. Kegiatan individu seperti mencuci pakaian dan membereskan kamar pun harus dilakukan sendiri tanpa bantuan dari orang rumah. Kemandirian ini diharapkan dapat menjadi contoh pada saat santri berada di luar lingkungan pondok.
Hal selanjutnya ialah tenggang rasa dan juga rasa kebersamaan. Hidup berdampingan dengan banyak santri lain dari berbagai macam kalangan dan kepribadian yang berbeda tentunya membuat para santri memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Poin terakhir ialah tata krama yang ada pada santri. Di ponpes, santri tidak bisa sembarangan melakukan apa saja yang dia mau. Interaksi dengan lawan jenis dan juga dengan yang lebih tua diatur sedemikian rupa sehingga sikap santri diharapkan menjadi lebih sopan dan sesuai unggah-ungguh.
Selain tata-krama, pakaian pun harus disesuaikan seperti yang telah diatur. Santri harus memakai pakaian yang menutup aurat, seperti pemakaian jilbab untuk perempuan. Santri laki-laki pun terkadang menggunakan peci songket terutama pada saat beribadah. Pengrajin peci kopiah songkok yang tersebar di daerah Tasikmalaya menghasilkan peci yang bagus dan berkualitas untuk digunakan santri maupun penduduk lokal.